Meriam Buluh, Tradisi Turun Menurun Khazanah Melayu yang Masih Terjaga di Desa Benan


Meriam Buluh, Tradisi Turun Menurun Khazanah Melayu yang Masih Terjaga di Desa Benan

Kwarta5.com Lingga - Setiap daerah di Indonesia tentunya memiliki permainan rakyat yang menjadi ciri khasnya. Akan tetapi perkembangan zaman yang pesat membuat permainan itu tergerus zaman.

Di tanah melayu, khususnya di Kabupaten Lingga, juga dikenal adanya permainan "meriam buluh". Permainan yang identik dengan suasana bulan Ramadhan ini, sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun. 

Kenyataan sekarang, permainan itupun ikut larut tergerus dengan kemajuan zaman. Meriam buluh hanya terlihat lestari di beberapa perkampungan saja. Apalagi dengan keadaan mewabahnya virus corona saat ini, yang mengakibatkan banyak bidang menjadi terbatas, tidak dipungkiri suasana Ramadhan tahun inipun menjadi seakan hening.

Kendati demikian, kabar baik mengenai pelestarian permainan meriam buluh ini, datang dari pulau di utara Kabupaten Lingga. Adalah Desa Benan, yang masih melestarikannya.

Dukanya dunia saat ini, seakan tak menyurut semangat anak-anak pulau ini untuk menyemarakkan momentum bulan ramadhan dengan bermain meriam buluh.

Semangat anak-anak itupun akhirnya mendapatkan sambutan dari Camat Katang Bidare, Safaruddin M.Si,Jum'at 01/04/2020. yang menyadari bakal punahnya permainan meriah buluh. Bahkan dia tak segan untuk turun tangan meletupkan meriam tersebut. Kehadirannya, berbaur bersama anak-anak dan masyarakat di Desa Benan, membuat tidak ada lagi sekat antara camat dan masyarakat dalam memimpin Kecamatan Katang Bidare. Menanamkan semangat dan menebar kebahagiaan dalam rutinitas peningkatan amal dibulan Ramadhan yang penuh berkah.

“Meriam buluh ini dulu adalah permainan budak-budak melayu saat menunggu beduk magrib. Jadi saya teringat masa kecil itu dan hari ini saya meletupkannya, bermain bersama mereka," ujar Ketua KNPI Kabupaten Lingga ini.

Safar, demikian sapaan akrabnya larut memainkan tradisi yang sudah hampir punah itu. Dengan posisi jongkok dia membunyikan meriam itu berkali kali.

Dia bersyukur, sejak menjadi camat di Katang Bidare, meriam buluh masih bisa disaksikan ditengah suasana bahagia masyarakat dibulan Ramadhan.

Untuk itu dia menuturkan, untuk terus menggali khasanah melayu ini  Permainan rakyat semacam itu adalah identitas masyarakat melayu. Bukan tidak mungkin suatu hari nanti akan berubah menjadi kebijakan pelestarian tradisi yang sudah ada sejak zaman kerajaan, misalnya dalam bentuk festival pada momen Ramadhan.

“Ini akan terus kita lestarikan sebagai orang melayu yang tinggal di negeri melayu. Kita punya kewajiban untuk melestarikan tradisi yang hampir punah ini. Saya sangat bangga pada anak-anak disini. Mereka tidak hanya kenal mercun, tapi permainan orang tua-tua dulu mereka mainkan juga,” kata dia.

Uniknya meriam-meriam yang dimainkan itu terbuat dari buluh atau bambu yang diambil didekat hutan pulau Benan. Ada juga meriam yang sama tetapi sudah modern, sebab tidak adanya sumberdaya buluh sehingga dibuat dari kaleng-kaleng bekas. Soal suara dentuman, keduanya hampir sama. Karena bahan letupan sama-sama karbit. 

"Kalau dulu pembuat meriam masih mudah untuk dicari. Hari ini mereka kreatif. Alhamdulillah di Desa Benan ini masih terjaga. Semoga permainan ini akan terus dikenal generasi-generasi baru di Kabupaten Lingga," harap dia.

Iwan
Lebih baru Lebih lama