Begini Kesaksian Conti Chandra Memberikan Keterangan Dalam Sidang Sengketa Hotel BCC


Begini Kesaksian Conti Chandra Memberikan Keterangan Dalam Sidang Sengketa Hotel BCC

Kwarta5.com Batam - Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi atas terdakwa Tjipta Fudjiarta di gelar di Pengadilan Negri (PN)  Batam, Selasa (10/4/2018)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi yang merupakan korban kepemilikan hotel BCC diantaranya Conti Chandra, Aron Constantin dan istri saksi.

Menurut Conti Candra, dirinya melaporkan terdakwa Tjipta Fudjiarta ke pihak Kepolisian, karena terdakwa telah menipunya.

"Tjipta Fudjiarta telah memalsukan dokumen kepemilikan Hotel BCC," Katanya di ruang sidang Utama Pengadilan Negri (PN) Batam.

Tidak hanya itu, terdakwa juga pernah mengusirnya dari Hotel BCC yang dibangunnya itu dengan menggunakan jasa oknum aparat.

"Saya diusir paksa, Saya ditarik, hingga leher saya berbekas, Katanya saya tidak ada hak lagi di hotel tersebut," ucap Conti.

Saksi juga menerangkan, saat sebelum terjadi sengketa, terdakwa menawarkan pinjaman kepadanya untuk membantu melanjutkan pembangunan Hotel BCC.

"Terdakwa memberikan bantuan pinjaman dana RP 27,5 Miliar tanpa perjanjian," katanya.

Ia juga mengatakan, terdakwa mau memberikan pinjaman kepadanya, dikarenakan istri terdakwa dan istirinya masih ada ikatan keluarga.

"Istri saya dan istri terdakwa masih sepupu," ungkapnya.

Masih lanjutnya, saat itu saya mengganggap tedakwa adalah malaikat penolong, disebabkan saat itu kondisi saya membutuhkan dana tambahan untuk melanjutkan pembangunan hotel BCC.

"Semua diluar dugaan, hingga terjadi sengketa," jelasnya.

Dari pantauan awak media saksi tampak dengan lugas tanpa terbata-bata saat memberikan jawaban yang ditanyakan oleh JPU, Majelis Hakim maupun kuasa hukum terdakwa.

Dalam perkara ini, terdakwa Tjipta Fudjiarta dijerat dengan pasal berlapis di antaranya pasal 378 KUHP tentang penipuan, pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan pasal 266 tentang pemalsuan surat-surat terhadap akta otentik, dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun penjara.

 (Red)
Lebih baru Lebih lama