Pemilu di Tunda ?? Yenni M : Amanat Konstitusi di Langgar Secara Terbuka


Pemilu di Tunda ?? Yenni M : Amanat Konstitusi di Langgar Secara Terbuka

Yenni Marlina, Ketua Pimda PKN Kepri, Foto: Dok Pribadi 
Kwarta5.com Batam,- Terkait putusan PN Jakarta Pusat yang salah memutuskan penundaan Pemilu sampai Juli 2025 membuat praktisi hukum dan tokoh politik Kepri angkat bicara. Pengadilan Negeri (PN) tidak memiliki kewenangan atau kompetensi menangani perkara sengketa Pemilu. 

"Majelis Hakim keliru karena memutuskan Ultra Petita dan  diluar kompetensinya dalam hal sengketa Pemilu, " kata Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Rio Ramabaskara kepada media di Jakarta, Kamis (2/3). Dijelaskan nya, Pemilu tetap bisa berjalan karena sudah ada putusan PTUN yang.inkracht.

Mekanisme sengketa Pemilu sudah diatur dalam UU melalui jalur Bawaslu dan PTUN. "Ini ranah badan yudisialnya PTUN bukan PN. Jika cara hakim seperti ini dibiarkan, bisa bisa nanti Pengadilan Agama, Pengadilan Niaga ikut ikutan tangani sengketa Pemilu, " Kata Rio yang juga seorang advokat ini. 

Sementara itu ketua Umum. PKN Gede Pasek Suardika mengharapkan agar selain melakukan banding, KPU juga cukup tunduk dan taat pada putusan Bawaslu dan PTUN saja. "Sebab sengketa Pemilu masuk lex spesialis dan tidak bisa serta merta diambil alih PN. Apalagi PTUN sudah menanganinya, " kata Gede Pasek Suardika. 

Bagi kami, penundaan itu hal menguntungkan secara persiapan sebagai partai baru, namun tidak bagus untuk penegakan hukum dan keadilan.

Praktisi Hukum Kepri, yang juga salah satu pengurus PKN Kepri Junaidi Syahputra Gani SH menyebut putusan tersebut "kacau".

"Putusan ini kacau. Secara keperdataan, putusan ini harusnya hanya mengembalikan hak keperdataan pemohon. Tidak bisa kemudian mengubah jadwal pemilu," ujar Junaedi dalam pesan tertulis, Kamis (2/3/2023). Junaedi bahwa PN tidak berwenang untuk menunda pemilu, karena ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berwenang menangani proses pemilu.

"Harusnya ini menjadi persoalan kompetensi hakim yang memutusnya," kata Junaedi.

KPU harus mengajukan banding terhadap putusan ini dan mengingatkan kembali persoalan kompetensi hakim dalam menangani kasus ini pendapat Junaedi

Komisi Yudisial mestinya proaktif untuk memeriksa majelis pada perkara ini. Sebab ini Putusan yang jelas menabrak Konstitusi dan juga sistem penegakan hukum pemilu dalam UU N0. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lanjut Junaedi

Dalam permohonannya, Partai Prima meminta hakim menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dan meminta hakim untuk menghukum KPU dengan memulihkan kerugian imateriil, yaitu dengan mewajibkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 kurang lebih 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.

Putusan ini diambil setelah persidangan yang telah berlangsung dan diadili oleh Ketua Majelis T. Oyong dengan anggota hakim H. Bakri dan Dominggus Silaban.

Meski demikian, putusan ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan politisi. Beberapa pihak mengkritik keputusan ini sebagai langkah yang tidak bijaksana karena dapat menimbulkan ketidakpastian di kalangan masyarakat, sementara pihak lain menganggap putusan ini sebagai kemenangan bagi demokrasi karena mengawal hak asasi warga negara dalam memilih pemimpin yang tepat.

Ketua Pimda PKN Kepri, Yenni Marlina  turut menyoroti soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang berisi penundaan Pemilu ke 2025.

“Seharusnya dipahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompetensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK,” jelas Yenni.

“Tidak bisa dibawa ke ranah perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum,” ia menambahkan.

Ketentuan ini pun sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu lewat Pasal 470 dan 471.

“Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verifikasi dan bukan kompetensinya, karena itu putusannya pun menjadi salah,” lanjutnya.

 “Kan Pemilu ini diatur dalam undang-undang, bahkan UUD kita mengatakan Pemilu itu lima tahun sekali,” bebernya.

Jadi habis dari 2019 ya 2024. Nah, terus kalau pun kita mau menunda Pemilu, ya, atau yang dipersoalkan itu UU-nya. Nah, kalau mau mempersoalkan UU, itu ranahnya MK, bukan ranah PN,” ungkap Yenni

Sebelumnya, pada Kamis (2/3/2023) PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima yang dilayangkan pada 8 Desember 2022 terhadap KPU dengan nomor registrasi 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Melalui Putusan PN Jakpus No. 757, PN Jakpus menghukum KPU sesuai gugatan Partai Prima atas kerugian Immaterial (perdata) yang dialaminya berupa pengunduran Pemilu hingga Juli 2025.  **

Lebih baru Lebih lama